Normal Mode
Responsive Mode

Arus Kebaikan yang Utuh

Seperti air yang mengalir dari hulu ke hilir masih tetap higenis dan tak pernah terkontaminasi oleh kotoran apapun, murni. Sampai hari ini Indonesia masih pada taraf penggemblengan pemurnian satu keyakinan, seperti arti sebuah ihsan bahwa seseorang melakukan tindakan apapun seolah-olah ia selalu disensor, jika tidak, maka ia tetap ada yang mensensornya.

Praktek ihsan ini sebenarnya sudah dikerjakan oleh negara ini, ada warga, LSM, Polisi, KPK, dan Pemerintah.

Lalu siapa yang mejadi sensor diantara mereka itu?


Ya tentu semua pihak.

Jika pemerintah melakukan 1 tindakan kebaikan maka yang lainnya ikut menjaganya, meskipun mengalir dari hulu ke hilir melewati berbagai tantangan apapaun, maka kebaikan itu tetap utuh.

Lalu bagaimana caranya? tentu dengan menjaganya dari hulu ke hilir secara inten. Ibarat sumber air yang mengalir dari gunung sampai ke perumahan warga masih tetap higenis dengan menjaganya menggunakan paralon yang berkualitas dan tidak bocor sehingga melewati berbagai kawasan yang kotor sekalipun air akan tetap sampai pada titiknya dalam keadaan bersih dan segar.

Apalagi saat musim wabah pakebluk virus covid ini, perlu sekali menjaga keutuhan kebaikan. Banyak kebaikan yang ditebarkan dari pemerintah yang ditujukan untuk warganya agar bisa menekan perpindahan virus itu, namun tetap saja ada berita tak mengenakkan.

Ratusan bahkan ribuan tagline yang sudah ditebarkan ke jagad maya "bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah" tetap saja belum membuahkan hasil maksimal, virus masih saja ada yang berpindah dari orang ke orang lain.

Triliunan rupiah yang disalurkan ke warga-warga yang berdampak tetap saja ada masalah sesampai pada titik hilirnya. Imbasnya, warga tetep saja ngeyel pengen mudik karena tak cukup biaya makan sehari-hari sedangkan aparat setempat berusaha keras menahannya untuk sementara waktu sampai kondisinya benar-benar membaik. Apalagi waktunya sampai berbulan-bulan ditambah berdomisili di DKI Jakarta.

Dilema bukan! dimana warga ingin bertahan hidup di kampung bersama keluarganya sedangkan aparat melarangnya, kebutuhan hidup mereka tidak tercukupi, banyak yang di PHK, dan bahkan banyak para pekerja informal bangkrut total, sedangkan disisi lain pemerintah sudah menggelontorkan triliunan rupiah untuk pemenuh kebutuhan hidup mereka.

Sebenarnya permasalahan ini bisa didiagnosa dengan mudah yakni melihat dengan seksama pada awal titik persoalan, yaitu terkait masalah penyaluran bantuan dari pemerintah. Sudahkah debit bantuan yang dialirkan ke warga-warga bisa utuh hingga 100%?

Sudah ratusan kepala desa terpapar korupsi, waktu demi waktu silih berganti hingga mereka benar-benar menjadi kepala pilihan yang berkualitas dan harapannya bisa menjaga berbagai amanat apapun.

Kalau Pempus menyalurkan dana desa lewat rekening maka seyogyanya trik ini ditiru oleh Pemda maupun Pemdes, ini untuk mengatasi korupsi pada pemangkasan dana bantuan. Begitupun masalah kebijakan bantuan dimusim wabah ini, bagi Pemdes jika menginginkan bantuan langsung yang diserupakan barang harus disensor dengan seksama, sebab masih ada yang kecolongan, prakteknya dengan menaikkan harga tidak wajar yang dilengkapi dengan bukti nota pembelian asli, jadi ada masalah antara aparat dan pihak penjual toko, ini adalah alasan klasik. Dimusim wabah ini justru membuka peluang besar-besaran praktek kurupsi, apalagi Pempus masih disibukkan dengan covid.

Banyak sejarah nyata, sebab kondisi paceklik atau kekurangan pangan dapat memunculkan kejahatan dan kematian dimana-mana, karena kelaparan maupun ditikam orang, alasannya hanya satu yaitu "ingin bertahan hidup".

Sejarah adalah sebuah pengalaman yang nyata diwaktu dulu, dan sebaik-baiknya pembelajaran adalah pengalaman yang pernah gagal. Ada pepatah juga "jangan masuk ke lubang yang sama". Maka negara ini harus kita siasati bersama jangan sampai cerita sejarah terjadi nyata disaat wabah corona ini.

Kalau Cina hampir tidak punya hutang negara karena kerjasama warganya, sudah saatnya warga Indonesia pun bergotong royong menuju ke sana. Paling tidak diawali dengan hal yang kecil seperti membantu sesama warga yang terdampak wabah virus corona disekitar kanan dan kiri rumah masing-masing, jika tidak ada bisa disalurkan ke RT yang lain untuk warga yang membutuhkan, dan begitu seterusnya, bisa dikoordinir oleh RT setempat maupun oleh LSM setempat agar bisa tepat sasaran, atau bisa melalui laman "kebaikan berbagi" secara online yang sudah dipercaya bahwa donasi yang terkumpul akan diberikan secara utuh kepada yang berhak menerimanya, website ini juga bisa digunakan sebagai tempat menunaikan zakat dompetdhuafa.org secara online yang sah.

Dengan membudayakan saling membantu dan bahu membahu ini musti bisa menyeselaikan permasalahan yang super gede sekalipun, tidak lagi hanya berupa mimpi bahwa negara Indonesia akan mampu membayar hutangnya menjadi nol dollar, apalagi hanya menyelesaikan kebutuhan pangan warga yang hanya beberapa pekan saja dan tidak menghabiskan sebanyak hutang kita yang sekitar 5 ribuan triliun rupiah.

Jadi disini butuh sekali bantu membantu, bahu membahu.

Tindakan lain yang masih pada prinsip "bantu membantu, bahu membahu" dan perlu dipertimbangkan untuk dilakukan secara serentak dan menyeluruh, adalah seperti "gerakan kampanye menebar kebaikan" berikut ini.

  • Pasang stiker disetiap tempat yang mudah dilihat seperti di pintu rumah warga, buat kalimat "Lawan Covid-19, Saatnya Saling membantu" atau kalimat lain yang mudah difamahi oleh semua kalangan pendidikan.
  • Semua jenis pembiayaan angsuran stop total sementara waktu, ini butuh penegasan dari Pemerintah.
  • Setiap tempat peribadatan bisa digunakan sebagai wadah sosialisasi oleh pengurus setempat untuk penggalangan dana/sedekah dari umatnya untuk umatnya, prakteknya dana disalurkan untuk umatnya yang berdampak, begitu seterusnya untuk umat muslim, katolik, protestan, Hindu, Budha, Konghuchu maupun keyakinan lainnya. Penyaluran dana bisa untuk umatnya didalam desa tersebut maupun di desa lain, alias menggunakan sistem subsidi silang intern.

    Misalkan:

    1 desa ada 5 tempat peribadatan, terkumpul donasi 1.000.000 rupiah.

    Indonesia ada 83.931 desa/kelurahan (sumber: data BPS 2018)

    Maka nilai donasi yang terkumpul senilai 83.931.000.000 rupiah, ini nilai yang lumayan besar.
  • Memanfaatkan grup Wa untuk semua kalangan organisasi yang aktif, seperti mulai dari Ibu-Ibu PKK di tingkat Pemdes dan lain seterusnya, fungsinya sebagai wadah penggalangan dana juga.

    Belum lagi luncuran bantuan dari Pempus, Pemda dan Pemdes, maka praktek kampanye menebar kebaikan ini akan sangat efektif jika bebas korupsi dan tepat sasaran.
  • Setiap wilayah daerah kabupaten/kota seyogyanya punya sensor covid geografis online sendiri. Ini untuk menyiasati warga agar selalu waspada saat akan bepergian ke suatu tempat. Berikut ilustrasi yang bisa dikembangkan.
Paling tidak kampanye menebar kebaikan diatas mampu membantu menyadarkan warga Indonesia untuk siap menghadapi wabah berbahaya ini dan tidak perlu panik. Bangun mindset bantu membantu, bahu membahu mulai saat ini dan seterusnya dan semoga wabah yang kita hadapi bersama ini lekas musnah. Amiin.


PERHATIAN! Mohon dengan amat sangat untuk tidak copy paste isi artikel dalam blog ini kecuali disertai sumber URL-nya. Blog ini atas perlindungan Allah SWT semata.


Related Post:

Post a Comment

Terimakasih sudah menyempatkan untuk berkomentar.